Profil Desa Wonosuko

Ketahui informasi secara rinci Desa Wonosuko mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Wonosuko

Tentang Kami

Profil Desa Wonosuko, Kemiri, Purworejo. Mengungkap potensi agung dari sektor agroforestri, komoditas unggulan seperti cengkeh dan durian, serta tantangan pembangunan infrastruktur dan konservasi di kawasan perbukitan hijau yang subur.

  • Pusat Agroforestri dan Perkebunan

    Desa Wonosuko merupakan lumbung utama komoditas perkebunan bernilai tinggi di Kecamatan Kemiri, dengan cengkeh, kapulaga, dan aneka buah-buahan seperti durian sebagai pilar ekonomi utamanya.

  • Geografi Perbukitan dengan Tantangan Spesifik

    Lokasinya di kawasan dataran tinggi memberikan kesuburan tanah yang luar biasa, namun sekaligus menghadirkan tantangan unik terkait infrastruktur jalan, aksesibilitas, dan mitigasi bencana longsor.

  • Potensi Ekowisata dan Konservasi Lingkungan

    Lanskap alam yang asri, hijau, dan produktif membuka peluang besar bagi pengembangan sektor ekowisata dan agrowisata yang berbasis pada konservasi lingkungan dan kearifan lokal.

XM Broker

Berbeda dari desa-desa lain di hamparan dataran rendah, Desa Wonosuko di Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo, menampilkan wajah yang khas sebagai sebuah pemukiman di kawasan perbukitan yang subur dan hijau. Nama "Wonosuko", yang secara etimologis berasal dari bahasa Jawa "Wono" (hutan) dan "Suko" (suka atau gembira), seakan merefleksikan identitasnya sebagai desa yang hidup harmonis dengan kekayaan alam hutan dan perkebunan.Desa ini merupakan pusat vital bagi perekonomian berbasis agroforestri di wilayahnya, di mana lahan tidak hanya ditanami tanaman semusim, tetapi juga dipenuhi oleh tanaman keras dan rempah bernilai ekonomi tinggi. Profil ini akan mengupas secara mendalam dinamika Desa Wonosuko, mulai dari kondisi geografisnya yang unik, pilar-pilar ekonominya, hingga tantangan dan peluang besar yang menantinya di masa depan.

Geografi Perbukitan dan Lanskap Hijau

Secara geografis, Desa Wonosuko terletak di bagian utara Kecamatan Kemiri, menempati kontur wilayah perbukitan dengan ketinggian yang bervariasi. Lanskapnya didominasi oleh lereng-lereng hijau yang dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat untuk lahan pertanian kering atau tegalan dan perkebunan campuran. Kondisi ini membuat pemandangan desa sangat asri, dengan udara yang sejuk dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan.Batas-batas administratif Desa Wonosuko ialah sebagai berikut:

  • Berbatasan dengan Desa Purbayan

  • Berbatasan dengan Desa Gunungteges

  • Berbatasan dengan Desa Rejosari dan Desa Kerep

  • Berbatasan dengan Desa Waled

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasi "Kecamatan Kemiri dalam Angka 2023", Desa Wonosuko memiliki luas wilayah sekitar 2,82 kilometer persegi. Jumlah penduduknya pada tahun 2022 tercatat sebanyak 2.502 jiwa. Dari data tersebut, dapat dihitung tingkat kepadatan penduduknya yang mencapai sekitar 887 jiwa per kilometer persegi. Pola pemukiman penduduk cenderung menyebar mengikuti alur jalan dan kontur tanah yang lebih landai.Topografi perbukitan ini memberikan keuntungan berupa kesuburan tanah vulkanik yang sangat baik untuk berbagai jenis tanaman keras, namun juga membawa tantangan tersendiri, terutama terkait aksesibilitas dan risiko bencana alam seperti tanah longsor di musim penghujan.

Etimologi dan Warisan "Wono Suko"

Nama Wonosuko menyimpan makna filosofis yang mendalam. Sebagai "Hutan yang Disukai", nama ini mencerminkan warisan leluhur yang memandang hutan bukan sebagai objek eksploitasi, melainkan sebagai sumber kehidupan yang harus dijaga dan dicintai. Konsep ini terwujud dalam model pertanian agroforestri yang dipraktikkan oleh masyarakat, di mana pohon-pohon besar (seperti sengon, jati) ditanam berdampingan dengan tanaman perkebunan (cengkeh, kopi) dan tanaman semusim.Pemerintahan desa, yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa beserta jajaran perangkatnya, memegang peran krusial dalam mengarahkan pembangunan yang selaras dengan karakteristik wilayah. Program pembangunan seringkali difokuskan pada peningkatan infrastruktur untuk membuka isolasi wilayah, sekaligus program pemberdayaan yang bertujuan meningkatkan nilai jual hasil perkebunan. Sinergi antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga kemasyarakatan lainnya menjadi kunci untuk menghadapi tantangan unik di wilayah perbukitan.

Perekonomian yang Bertumpu pada Agroforestri

Jika desa lain bertumpu pada sawah, maka Desa Wonosuko bertumpu pada kebun dan tegalan. Sistem agroforestri menjadi tulang punggung utama perekonomian desa, menyediakan sumber pendapatan berkelanjutan bagi mayoritas penduduknya. Beberapa komoditas unggulan menjadi motor penggerak ekonomi desa yang sangat vital.Salah satu komoditas utama ialah cengkeh. Pohon-pohon cengkeh tumbuh subur di lereng-lereng perbukitan Wonosuko. Meskipun panennya bersifat musiman, hasil panen cengkeh memberikan keuntungan finansial yang signifikan bagi para petani dan seringkali menjadi sumber tabungan jangka panjang. Selain cengkeh, kapulaga juga banyak dibudidayakan sebagai tanaman sela di bawah tegakan pohon besar. Kapulaga menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan yang penting bagi ekonomi keluarga.Desa Wonosuko juga dikenal sebagai salah satu sentra penghasil buah-buahan berkualitas di Purworejo. Durian Wonosuko, dengan varietas lokalnya, menjadi primadona saat musim panen tiba. Banyak pedagang dan penggemar durian datang langsung ke desa untuk mendapatkan buah dengan kualitas terbaik. Selain durian, buah manggis, kelapa, dan pisang juga menjadi komoditas penting yang menopang perekonomian warga. Sektor kehutanan rakyat, dengan komoditas kayu seperti sengon dan jati, juga memberikan kontribusi sebagai investasi jangka panjang bagi masyarakat.

Infrastruktur dan Tantangan di Wilayah Perbukitan

Karakteristik geografis Desa Wonosuko yang berbukit-bukit secara langsung menciptakan tantangan dalam pembangunan infrastruktur. Akses jalan menjadi isu sentral. Jalanan yang menanjak dan berkelok membutuhkan perkerasan yang kuat agar tidak mudah rusak oleh gerusan air hujan. Pembangunan jalan dengan sistem cor beton atau rabat beton menjadi solusi yang banyak diterapkan melalui program dana desa untuk memastikan konektivitas antar dusun tetap terjaga sepanjang tahun. Akses jalan yang baik sangat vital untuk kelancaran pengangkutan hasil panen ke pasar, yang pada akhirnya memengaruhi harga jual yang diterima petani.Tantangan kedua yang tak kalah penting ialah manajemen sumber daya air. Meskipun berada di kawasan hijau, beberapa dusun di dataran yang lebih tinggi dapat mengalami kesulitan akses air bersih pada puncak musim kemarau. Masyarakat biasanya mengandalkan sumber-sumber mata air yang debitnya bisa menurun. Oleh karena itu, program konservasi mata air dan pembangunan sistem perpipaan untuk distribusi air bersih menjadi prioritas.Risiko bencana hidrometeorologi, khususnya tanah longsor, juga menjadi perhatian serius. Pemerintah desa bersama warga secara rutin melakukan upaya mitigasi, seperti penanaman vegetasi penahan erosi di lereng-lereng curam dan meningkatkan kewaspadaan saat curah hujan tinggi.

Potensi Wisata Alam dan Konservasi

Di balik tantangannya, lanskap perbukitan Desa Wonosuko menyimpan potensi luar biasa untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata alam dan agrowisata. Pemandangan alam yang memukau, udara yang sejuk, serta hamparan kebun cengkeh dan durian menawarkan pengalaman otentik bagi wisatawan yang mencari ketenangan.Pengembangan konsep agrowisata, di mana pengunjung dapat berpartisipasi langsung dalam pengalaman memetik buah durian atau melihat proses panen cengkeh, memiliki daya tarik yang kuat. Jalur-jalur setapak di antara perkebunan dapat dikembangkan menjadi rute trekking atau bersepeda gunung. Potensi ini, jika dikelola dengan baik, dapat menciptakan sumber pendapatan baru bagi masyarakat di luar sektor pertanian.Pengembangan pariwisata ini harus berjalan seiring dengan upaya konservasi lingkungan. Menjaga kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati merupakan syarat mutlak agar daya tarik alam Wonosuko tetap terjaga. Dengan demikian, pariwisata tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga menjadi insentif bagi masyarakat untuk lebih giat melindungi "Wono" (hutan) mereka.

Penutup: Menjaga Harmoni untuk Kesejahteraan

Desa Wonosuko ialah contoh nyata bagaimana sebuah komunitas dapat hidup dan berkembang dengan mengandalkan kekayaan alam dari lanskap perbukitan. Kekuatan ekonominya yang berakar pada sistem agroforestri yang berkelanjutan merupakan modal sosial dan ekologis yang tak ternilai. Tantangan infrastruktur dan risiko bencana adalah dinamika yang harus dihadapi dengan inovasi, kolaborasi, dan perencanaan yang matang.Ke depan, masa depan Desa Wonosuko terletak pada kemampuannya untuk menyeimbangkan antara optimalisasi potensi ekonomi—baik dari perkebunan maupun pariwisata—dengan keharusan untuk melestarikan lingkungan alamnya. Dengan terus menjaga harmoni antara manusia dan "hutan yang dicintai", Desa Wonosuko memiliki semua bekal untuk menjadi desa yang maju, sejahtera, dan lestari.